Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/9/2025). (ANTARA)JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dua aset yang berkaitan dengan kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.Aset tersebut milik Haryanto, mantan Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional pada era Menaker Yassierli."Aset tersebut berupa bidang tanah atau bangunan, yaitu kontrakan seluas 90 meter persegi di wilayah Cimanggis, Kota Depok, dan rumah seluas 180 meter persegi di wilayah Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, seperti dikutip ANTARA.Penyitaan dilakukan pekan lalu, sebagai bagian dari pengembangan perkara dugaan pemerasan RPTKA. Haryanto sendiri ditetapkan sebagai salah satu dari delapan tersangka dalam kasus tersebut.Budi menjelaskan, "Kedua aset tersebut dibeli secara tunai yang diduga uangnya bersumber dari hasil dugaan tindak pemerasan kepada para agen TKA. Kedua aset tersebut kemudian diatasnamakan kerabatnya."Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK mengumumkan identitas delapan tersangka kasus dugaan pemerasan RPTKA. Mereka adalah Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.Menurut KPK, dalam rentang waktu 2019–2024, para tersangka diduga berhasil mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan. RPTKA sendiri merupakan dokumen wajib yang harus dimiliki tenaga kerja asing untuk dapat bekerja di Indonesia. Tanpa RPTKA, izin kerja dan izin tinggal tidak bisa terbit, sehingga menimbulkan kerentanan praktik suap atau pemerasan karena pemohon terancam denda Rp1 juta per hari.KPK menelusuri bahwa praktik ini diduga sudah berlangsung sejak era Menteri Tenaga Kerja Abdul Muhaimin Iskandar (2009–2014), kemudian berlanjut di masa Hanif Dhakiri (2014–2019), hingga Ida Fauziyah (2019–2024).Sebagai tindak lanjut, delapan tersangka kini telah ditahan oleh KPK. Penahanan dilakukan dalam dua tahap, yakni pada 17 Juli 2025 untuk empat tersangka pertama, dan 24 Juli 2025 untuk empat tersangka berikutnya.Langkah tegas KPK melalui penyitaan aset dan penahanan ini diharapkan tidak hanya menyelesaikan perkara, tetapi juga menjadi pengingat bahwa integritas pelayanan publik harus terus dijaga demi kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.