Konferensi Pers Women’s March Jakarta (WMJ) 2025 (Foto: Women's March Jakarta)Women’s March Jakarta (WMJ) 2025 kembali mengadakan aksi tahunan mereka pada Minggu (28/9). Melalui konferensi pers di Komnas Perempuan pada hari Jumat (26/9), WMJ mengumumkan bahwa aksi turun ke jalan tersebut mengusung tema besar “Tubuh Bukan Milik Negara”.Tema itu dipilih sebagai refleksi pengalaman panjang perempuan, kelompok ragam gender, pekerja, masyarakat adat, penyandang disabilitas, hingga komunitas marjinal yang terus menghadapi represi dalam berbagai bentuk.Konferensi Pers Women's March Jakarta (WMJ) 2025 (Foto: Women's March Jakarta“Ketika kita mengangkat tema Tubuh Bukan Milik Negara, yang kita maksud bukan hanya eksplisit tubuh perempuan, tapi juga tubuh ibu pertiwi dan seisinya, yang akhir-akhir mengalami kekerasan masif berupa eksploitasi, kriminalisasi, dan privatisasi,” tutur Riska Caroline, Co-Koordinator WMJ 2025 pada Jumat (26/9).WMJ 2025 mengundang berbagai perwakilan komunitas dan lapisan masyarakat untuk turut hadir menyuarakan aspirasi mereka di konferensi pers dan aksi.Selain menyuarakan tuntutan, WMJ juga berupaya menghadirkan ruang yang inklusif dalam setiap rangkaian kegiatannya. Ketika konferensi pers misalnya, panitia terlihat menghadirkan dua Juru Bahasa Isyarat (JBI) khusus untuk mendampingi pembicara dan peserta tuli.Pada konferensi pers, WMJ menyoroti bagaimana pembangunan yang abai terhadap prinsip keadilan membuat banyak perempuan adat kehilangan sumber penghidupan, mulai dari akses air bersih sampai tanah yang selama ini menjadi ruang hidup mereka.Kritik juga diarahkan pada proses pembuatan kebijakan yang cenderung terburu-buru dan minim partisipasi publik. Menurut WMJ, ada setidaknya 177 regulasi diskriminatif yang menekan, membatasi, dan merugikan kelompok rentan.Selain itu, Jakarta Feminist yang turut hadir dalam konferensi pers, memaparkan data kekerasan berbasis gender dan seksual yang terus meningkat hingga tak jarang kasus ini bahkan berujung pada femisida.Data Jakarta Feminist mencatat, sepanjang 2024 terdapat 209 kasus pembunuhan perempuan dan hampir separuhnya berawal dari KDRT.“Artinya apa? Setiap dua hari ada satu perempuan yang dibunuh. Kita juga menemukan bahwa 43% kasus di antaranya itu bermula dari KDRT. Ini fakta yang miris dan menyayat hati karena harusnya femisida bisa dicegah,” ujar Anindya Restuviani, Direktur Jakarta Feminist.Situasi ini pun menjadi alarm bahwa perlindungan korban masih jauh dari memadai.Lewat aksi tahunan mereka, WMJ menegaskan 11 Dalil Keadilan Feminis. Tuntutannya meliputi penghentian proyek ekstraktif yang merusak ekologi, penurunan harga bahan pokok, pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), pengakuan femisida sebagai krisis nasional, jaminan pelayanan kesehatan reproduksi, hingga reformasi kepolisian agar lebih humanis.Sejak pertama kali digelar pada 2017, Women’s March Jakarta konsisten menjadi ruang konsolidasi gerakan feminis, queer, buruh, masyarakat adat, mahasiswa, dan komunitas marjinal lainnya.Penulis: Zulfa SalmanBACA JUGA: Perbedaan Istilah Misogini dan Misandri yang Harus Ladies Tahu