Saat MK Kabulkan Gugatan UU Tapera

Wait 5 sec.

Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: ShutterstockMahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), sehingga kini para pekerja tidak wajib menjadi peserta Tapera."Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Suhartoyo, saat membacakan putusan di Gedung MK, Senin (29/9).Adapun gugatan tersebut diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Mereka meminta agar MK menyatakan Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), Pasal 16, Pasal 17 ayat (1), Pasal 54 ayat (1), dan Pasal 72 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945.Majelis hakim konstitusi menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan Pemohon."Bertolak pada penjelasan tersebut, negara ditempatkan sebagai penanggung jawab utama penyediaan rumah layak huni bagi warganya. Namun, dengan adanya norma Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 justru tidak sejalan dengan tujuan dimaksud," ujar Anggota Majelis Hakim Konstitusi, Saldi Isra.Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparanIa melanjutkan, "Sebab, norma tersebut mewajibkan setiap pekerja, termasuk pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum untuk menjadi peserta Tapera. Norma demikian menggeser peran negara sebagai 'penjamin' menjadi 'pemungut iuran' dari warganya."Hal tersebut, lanjut Saldi, tidak sejalan dengan esensi Pasal 34 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, yang pada pokoknya menegaskan kewajiban negara untuk mengambil tanggung jawab penuh atas kelompok rentan, bukan justru mewajibkan mereka menanggung beban tambahan dalam bentuk tabungan yang menimbulkan unsur paksaan.Prinsip tanggung jawab negara tersebut dipertegas dalam kebijakan sektoral mengenai perumahan, yang secara eksplisit dituangkan dalam UU 1/2011."Dengan merujuk pada dasar pertimbangan dibentuknya UU 1/2011, pada prinsipnya menegaskan bahwa peran negara adalah menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat," kata Saldi.MK Minta UU Tapera Ditata Ulang Maksimal 2 TahunKetua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo. Foto: Fauzan/ANTARA FOTOMahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan gugatan pengujian materiil UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera).Hal itu diucapkan dalam sidang putusan perkara nomor 96/PUU-XXII/2024, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Senin (29/9)."Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo, membacakan amar putusannya.Dalam putusan itu, MK juga menyatakan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga, perlu dilakukan penataan ulang."Menyatakan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dinyatakan tetap berlaku dan harus dilakukan penataan ulang dalam waktu paling lama 2 tahun sejak putusan a quo diucapkan," lanjut Suhartoyo.Dalam pertimbangannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyebut bahwa Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah menggeser makna konsep tabungan. Pasalnya, kata dia, tabungan sejatinya bersifat sukarela alih-alih pungutan yang bersifat memaksa.Ilustrasi BP TAPERA Foto: Jamal Ramadhan/kumparan"Bertolak pada penjelasan tersebut, negara ditempatkan sebagai penanggung jawab utama penyediaan rumah layak huni bagi warganya. Namun, dengan adanya norma Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 justru tidak sejalan dengan tujuan dimaksud," tutur Saldi.Saldi menyebut, keberadaan Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2016 itu mewajibkan setiap pekerja, termasuk pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum untuk menjadi peserta Tapera.Saldi menekankan bahwa kondisi itu justru tidak sejalan dengan esensi Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang pada pokoknya menegaskan kewajiban negara untuk mengambil tanggung jawab penuh atas kelompok rentan."Bukan justru mewajibkan mereka menanggung beban tambahan dalam bentuk tabungan yang menimbulkan unsur paksaan," kata SaldiAnggota polisi berjalan di depan gedung Mahkamah Konstitusi saat melakukan pengamanan sidang pengucapan putusan sela (dismissal) sengketa Pilkada 2024 di Jakarta, Selasa (4/2/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTOSelain itu, MK menilai bahwa kewajiban seragam seluruh pekerja termasuk pekerja yang telah memiliki rumah atau belum menjadi peserta Tapera menimbulkan perlakuan yang tidak proporsional. Menurut Mahkamah, hal ini justru berpotensi menimbulkan beban ganda bagi pekerja.Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan bahwa substansi norma Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2016 merupakan ruh yang menjiwai keseluruhan norma dalam aturan tersebut."Apabila sifat 'wajib' tersebut berubah menjadi 'dapat', maka keseluruhan mekanisme Tapera kehilangan logika normatifnya. Sanksi menjadi tidak berdasar, kewajiban penyetoran menjadi tidak bermakna, dan operasional kelembagaan Tapera menjadi tidak mungkin dijalankan sebagaimana tujuan pembentukan UU 4/2016," ucap Enny."Oleh karena itu, perubahan redaksional semata hanya menimbulkan disharmoni internal, inkonsistensi antar pasal, serta ketidakpastian hukum," lanjutnya.Dengan begitu, Enny menyatakan bahwa perlu dilakukan penataan ulang desain pemenuhan hak atas rumah dengan mengembangkan konsep perumahan yang salah satunya adalah central public housing.Respons DPRKetua Komisi V DPR RI, Lasarus di Gedung DPR, Jakarta. Foto: Moh Fajri/kumparan Ketua Komisi V DPR Lasarus menyebut setuju dengan keputusan MK tersebut. Seharusnya, tidak boleh ada unsur pemaksaan dalam mengikuti program tersebut.“Kita sih setuju kalau putusan Mahkamah Konstitusi. Itu kan harus sifatnya jangan memaksa. Kalau mewajibkan kan memaksa. Itu kan kesadaran yang paling penting, bahwa ada fasilitas melalui perusahaan tempat mereka bekerja, atau mungkin pegawai negeri sipil dan seterusnya. Itu lho. Tinggal diatur,” ucap Lasarus saat dihubungi, Senin (19/9).“Kalau unsur maksa kan jadi bertentangan dengan asas hak-hak pribadi orang gitu lho. Misal, kalau dia sudah punya rumah kan tidak lagi diwajibkan untuk mesti nabung Tapera kan,” tambahnya.Lasarus pun menyebut, secara aturan, pemerintah lah pihak yang akan menyikapinya. Namun, ia menilai, tabungan Tapera harus tetap diatur sehingga masyarakat tetap mau menabung.“Mungkin aturan turunannya nanti pemerintah yang menyikapinya secara bijak putusan itu. Supaya dipilah-pilah juga gitu lah,” ucap Lasarus.“Tapi jangan sampai pula nanti putusan MK ini lalu membuat orang tidak nabung dan buat orang tidak punya rumah tidak mau menabung gitu. Mesti diatur. Tetap mesti diatur kalau menurut saya,” tambahnya.Komisi V pun akan menunggu hasil kajian dari pemerintah terkait apakah Undang-Undang Tapera perlu direvisi atau tidak untuk menyesuaikan keputusan MK itu.