Ilustrasi Farmasi Amerika Serikat. Foto: ShutterstockPerusahaan farmasi di Singapura sedang mencari penjelasan apakah mereka dapat memperoleh pengecualian dari tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap produk mereka. Wakil Perdana Menteri Singapura sekaligus Menteri Perdagangan Gan Kim Yong mengatakan reaksi ini muncul usai Presiden Donald Trump mengumumkan pengenaan bea masuk 100 persen atas impor obat bermerek yang akan berlaku bagi perusahaan kecuali mereka membangun fasilitas produksi di AS.Singapura tercatat mengekspor sekitar SGD 4 miliar atau sekitar USD 3,10 miliar produk farmasi ke AS, dan sebagian besar di antaranya adalah obat bermerek, ujar Gan yang juga menjabat sebagai menteri perdagangan.Dikutip dari Reuters, Sabtu (28/9), Gan mengatakan keputusan Trump menjadi perhatian bagi Singapura karena produk farmasi mencakup sekitar 13 persen dari total ekspor Singapura ke AS. Banyak perusahaan farmasi di Singapura sebenarnya sudah memiliki rencana untuk memperluas atau membangun bisnis di AS, yang berpotensi membuat mereka memenuhi syarat untuk mendapatkan pengecualian tarif.Gan, yang pada Agustus lalu bertemu Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, mengatakan pembicaraan dagang dengan AS masih berlangsung. Pejabat dari kedua negara tersebut dikabarkan tengah membahas detail kemungkinan kesepakatan di sektor farmasi dan semikonduktor.“Pada akhirnya, kami berharap dapat mencapai suatu pengaturan dengan AS yang memungkinkan kami tetap kompetitif di pasar Amerika, sehingga perusahaan farmasi kami bisa terus mengekspor ke sana. Soal apakah tarifnya akan 15 persen atau angka lain, itu bagian dari negosiasi. Namun, kami berharap bisa memperoleh perlakuan khusus dibandingkan tarif tinggi yang kini diberlakukan AS,” kata Gan. Ekspor Singapura ke AS saat ini dikenakan tarif dasar 10 persen, meskipun kedua negara sudah memiliki perjanjian perdagangan bebas sejak 2004.Wakil Perdana Menteri Singapura sekaligus Menteri Perdagangan Gan Kim Yong. Foto: PATRICK KOVARIK/POOL/AFPGan menambahkan, tarif sektor yang lebih luas bisa berdampak pada permintaan produk Singapura, termasuk semikonduktor, elektronik konsumen, dan produk farmasi, yang menurut bank sentral pada Juli lalu mencakup sekitar 40 persen ekspor Singapura ke AS.Tarif efektif AS terhadap ekspor Singapura meningkat menjadi 7,8 persen pada Juli dari 6,8 persen pada April, menyusul kenaikan tarif baja dan aluminium.Trump Kecualikan Uni Eropa dan JepangTarif baru Presiden Donald Trump untuk produk farmasi dipastikan tidak akan berlaku bagi negara yang sudah punya perjanjian dagang dengan AS terkait obat-obatan. Uni Eropa dan Jepang termasuk yang mendapat pengecualian.Seorang pejabat Gedung Putih menyebut bea masuk untuk produk farmasi dari Uni Eropa akan dibatasi sebesar 15 persen sesuai ketentuan kerangka perjanjiannya. Obat-obatan Jepang juga akan dikenakan tarif yang tercantum dalam perjanjian tersebut, tambah pejabat tersebut.Pernyataan bersama AS-Jepang menyatakan bahwa tarif Amerika untuk obat-obatan dan semikonduktor Jepang tidak boleh melebihi tarif yang dikenakan kepada negara lain, termasuk Uni Eropa.Seorang pejabat Gedung Putih mengungkapkan bahwa Inggris, negara lain yang mengekspor produk farmasi ke AS, akan dikenakan tarif 100 persen. Sementara itu, London tengah menegosiasikan perjanjian dagang dengan AS yang mencakup ketentuan pengecualian serupa, tetapi kedua negara belum menyepakati tarif untuk produk farmasi.Pengumuman mendadak itu tidak menyertakan detail lain, membuat beberapa ibu kota asing bertanya-tanya apakah kesepakatan mereka dengan AS masih berlaku untuk tarif farmasi baru tersebut.Pejabat tersebut menyatakan jika sebuah perusahaan mengumumkan akan membangun pabrik di AS, produk mereka akan dikecualikan sementara Departemen Perdagangan meninjau pengumuman tersebut dan melakukan proses persetujuan.Pemerintahan Trump telah mengambil langkah-langkah lain baru-baru ini untuk menerapkan kesepahaman perdagangan Uni Eropa. Awal pekan ini, AS memangkas tarif otomotif menjadi 15 persen, turun dari 25 persen di atas tarif yang berlaku saat ini.Reporter: Nur Pangesti