Pabrik Honda. Foto: dok. HPMDalam sektor manufaktur, efisiensi adalah segalanya. Jepang punya cara untuk mencapainya lewat sistem keiretsu — jaringan perusahaan yang saling terhubung dan bekerja sama erat agar produksi lebih cepat, murah, dan efektif.Mengutip Britannica, Keiretsu merupakan kelompok besar perusahaan yang mendominasi perekonomian Jepang, utamanya pada periode tahun 1950-an dan awal 2000-an. Bisnis keiretsu ditandai dengan kepemilikan saham silang dan hubungan transaksional jangka panjang antar induk perusahaan dan perusahaan di bawahnya.Terdapat dua jenis keiretsu, yakni keiretsu vertikal yang fokus dalam pengembangan industri dari hulu ke hilir. Mulai dari industri pemasok komponen tier 4, 3, 2, hingga tiba di Original Equipment Manufacturer (OEM), kemudian dirakit menjadi kendaraan utuh.Ambil contoh, Honda Motor Corporation sebagai induk perusahaan memiliki pemasok komponen utama, seperti Keihin (sistem bahan bakar), Showa (suspensi) dan Nissin Kogyo (rem). Kemudian, masing-masing perusahaan komponen tersebut juga punya pemasok komponen sendiri yang terikat.Ilustrasi aktivitas di pabrik Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia (MMKI), Bekasi. Foto: Sena Pratama/kumparanPerusahaan-perusahaan pemasok komponen tersebut berafiliasi dengan perusahaan inti dengan persilangan saham dan kontrak jangka panjang, alhasil bisa memperoleh dukungan finansial dan teknologi dari induk perusahaan.Kemudian, ada keiretsu yang bersifat horizontal. Artinya, sistem bisnis yang saling mendukung lintas sektor dan memiliki peran masing-masing.Misal, Mitsubishi terdiri dari Mitsubishi Motors (kendaraan), Mitsubishi Heavy Industries (perangkat industri dan elektronik), Nippon Oil atau ENEOS (energi dan bahan bakar), serta Mitsubishi UFJ Financial Group (finansial).Ekosistem keiretsu memiliki kelebihan dalam hal efisiensi, lantaran aktivitas produksi dilakukan sesuai standar satu induk perusahaan. Selain itu, kualitas komponen yang dihasilkan akan menyesuaikan dengan standar dari perusahaan inti.Implementasi di IndonesiaFasilitas pabrik Suzuki di Indonesia. Foto: dok. Suzuki Indomobil SalesPerusahaan otomotif asal Jepang telah sejak lama menjajaki pasar otomotif nasional. Sehingga, tak heran jika sistem bisnis keiretsu juga diaplikasikan. Pengamat otomotif sekaligus akademisi ITB, Yannes Pasaribu, menyebut bahwa industri komponen di Indonesia juga berafiliasi dengan prinsipal dari Jepang.“Kebanyakan industri komponen tier 3 dan 2 mobil Jepang (di Indonesia) juga dimiliki atau berafiliasi kuat dengan prinsipal dari Jepang, dengan model bisnis industri Jepang yang dikenal sebagai keiretsu,” kata Yannes kepada kumparan beberapa waktu lalu. Hal ini dilakukan agar teknologi serta standar produksi yang diaplikasikan selaras dengan ketentuan yang dimiliki perusahaan induk. Menurutnya, mayoritas industri manufaktur yang ingin memasarkan produk di Indonesia dalam skala besar akan menganut sistem keiretsu tersebut.Implementasi yang dilakukan produsen di Indonesia adalah dengan memproduksi komponen berbobot besar dan berat. Sedangkan, komponen berteknologi tinggi serta bernilai tambah tinggi masih sepenuhnya bergantung pada impor dari negara prinsipal.“Komponen yang diklaim TKDN itu hanyalah pada komponen yang berbobot besar dan berat, seperti sasis, struktur bodi, blok mesin, ban, aki, kaca, dan pelek, yang memang lebih efisien jika diproduksi secara lokal,” tuntas Yannes.