Coretan logo Anarko di gerbang DPR RI saat berunjuk rasa menolak UU yang menuai polemik, pada Senin (23/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana PutraPenggunaan istilah 'anarko' oleh Polri untuk menyebut aktor kerusuhan disorot. Hal itu disampaikan sejumlah tokoh saat Dialog Publik dengan Tema 'Penyampaian Pendapat di Muka Umum Hak dan Kewajiban, Tindakan Anarkistis Menjadi Tanggung Jawab Hukum' bersama jajaran Polri, di gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Melawai, Jakarta Selatan, Senin (29/9).Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai penggunaan istilah 'anarko' ini keliru. Menurutnya, istilah anarkistis, anarko, dan anarkisme seakan-akan selalu diidentikkan dengan kerusuhan, penjarahan, hingga pengerusakan.“Tadi ada beberapa kata di dalam video termasuk juga di dalam pandangan Kapolri dan juga kerangka acuan anarkistis, anarko. Nah ini kalau mau memulai reformasi kita bisa mulai dari koreksi kata ini,” kata Usman.Ia menjelaskan, dalam ilmu sosial maupun filsafat, anarkisme merupakan sebuah konsep yang percaya bahwa masyarakat bisa hidup tanpa negara, otoritas, atau hierarki. Karena itu, menurutnya, pemaknaan yang keliru justru dapat mendorong pola pemolisian yang otoriter.“Jadi ini pertama-tama yang harus dihilangkan supaya kita tidak melihat pemolisian yang otoriter. Bentuknya adalah penyitaan buku,” ujarnya.Pandangan senada juga disampaikan akademisi Rocky Gerung. Ia menyebut istilah anarkisme justru memiliki makna positif.Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Koalisi Masyarakat Sipil usai berdialog di Gedung PTIK, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan“Saya hindari istilah anarkisme tadi karena betul Usman. Kata anarkisme itu puncak tertinggi dari demokrasi. Kata anarkis datang dari penggalan kata an dalam bahasa Yunani, dan arko artinya kepala, an artinya tanpa kepala. Demokrasi memang harusnya tanpa kepala karena kesetaraan,” kata Rocky.Rocky memaparkan lebih lanjut, baik Marxisme maupun Anarkisme sama-sama bermutu dalam mendorong kritik terhadap arogansi kapital maupun kekuasaan. Namun istilah itu kini telah mengalami pejorasi, atau perluasan makna suatu kata yang baik menjadi kurang baik.“Marxisme adalah kritik terhadap arogansi kapital, anarkisme kritik terhadap arogansi kekuasaan, dua-duanya bermutu untuk menghasilkan demokrasi. Tapi kata itu udah mengalami pejorasi sehingga u anarki, u anarki. Loh itu kata yang bagus,” jelasnya.Sementara itu, Menko Hukum Yusril Ihza Mahendra. Ia menilai, masih banyak masyarakat yang salah paham soal istilah anarko yang kerap dipakai aparat.“Memang pemerintah sekarang sedang mendalami tentang apa yang sering diungkapkan oleh pihak kepolisian tapi sangat kurang dipahami oleh masyarakat: istilah anarko,” kata Yusril di kantornya, Jumat (26/9).Ia menjelaskan, anarko sebenarnya merupakan paham atau ideologi yang berawal dari nihilisme, yang menolak segala bentuk pemerintahan. Paham ini, lanjut Yusril, banyak berkembang melalui media sosial, tak hanya di Indonesia melainkan juga di berbagai negara.“Paham seperti itu sekarang dikembangkan melalui media-media elektronik dan pengikut-pengikutnya ada di mana-mana dan itu juga bukan hanya kekhawatiran kita, kekhawatiran banyak negara juga,” ucap Yusril.Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra tiba di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/9/2025). Foto: Zamachsyari/kumparan“Kita sendiri kan sulit membayangkan di dunia ini tanpa otoritas, otoritas yang sah tapi kalau semuanya anarko, anarkis, semuanya ini jadi berantakan begitu," sambungnya.Meski begitu, Yusril menegaskan pemerintah tak bisa begitu saja melarang sebuah ideologi. “PKI bisa dibubarkan tapi ideologi Marxisme nggak bisa dia apa-apain,” pungkasnya.Para praktisi dan aktivis ini hadir dalam acara dialog Polri, yang diselenggarakan di PTIK dengan tema 'Penyampaian Pendapat di Muka Umum Hak dan Kewajiban, Tindakan Anarkistis Menjadi Tanggung Jawab Hukum'.Mereka yang hadir bicara kritik serta masukan untuk transformasi Polri ke depan. Beberapa tokoh itu adalah:- Prof Dr. Franz Magnis Suseno, Akademisi- Usman Hamid, Direktur Amnesti Internasional Indonesia- Rocky Gerung, pengamat politik- Choirul Anam, Ketua Harian Kompolnas- Adrimanto, Direktur Imparsial- Dimas Bagus Arya, KontraS- Muhammad Isnur, Ketum YLBHI- Julius Ibrani, Ketua PBIHI- Al Araf, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative- Maidina Rahmawati, Deputi Direktur Institute for Criminal Justice ReformDalam dialog tersebut, beberapa kritik disampaikan terkait transformasi Polri. Kritik mulai dari perlunya transformasi ditubuh polri, sikap polri yang militeristik, hingga pembebasan aktivis-aktivis yang ditahan usai rangkaian demo akhir agustus kemarin.