Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Koalisi Masyarakat Sipil usai berdialog di Gedung PTIK, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparanKapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bertemu dengan sejumlah lembaga masyarakat sipil dalam sebuah sarasehan di STIK-PTIK Polri, Jakarta Selatan, Senin (29/9). Dialog Publik ini bertema 'Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Hak dan Kewajiban, Tindakan Anarkistis Menjadi Tanggung Jawab Hukum'. Pertemuan itu digelar sebagai bagian dari upaya transformasi Polri sekaligus mendengarkan langsung masukan dari publik, khususnya terkait penanganan unjuk rasa.“Hari ini alhamdulilah kita bersama-sama melaksanakan kegiatan Sarasehan dalam rangka melakukan transformasi, perbaikan terkait dengan peristiwa-peristiwa ya. Menyampaikan pendapat di muka umum dan tentunya pandangan publik terhadap represivitas Polri,” ujar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam sambutannya mengawali diskusi publik.Ia menegaskan Polri ingin mendengar langsung pandangan masyarakat sipil untuk menjaga ruang demokrasi agar tetap aman, lancar, dan aspirasi bisa tersampaikan.Sejumlah praktisi, ahli, hingga lembaga hukum dan HAM diundang dalam dialog publik ini, untuk memberikan kritik serta masukan untuk transformasi Polri ke depan.Mereka adalah: - Prof Dr. Franz Magnis Suseno, Akademisi- Usman Hamid, Direktur Amnesti Internasional Indonesia- Rocky Gerung, pengamat politik- Choirul Anam, Ketua Harian Kompolnas- Adrimanto, Direktur Imparsial- Dimas Bagus Arya, KontraS- Muhammad Isnur, Ketum YLBHI- Julius Ibrani, Ketua PBIHI- Al Araf, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative- Maidina Rahmawati, Deputi Direktur Institute for Criminal Justice ReformBerikut kritik hingga masukan-masukan dari koalisi masyarakat sipil yang diundang dalam dialog publik tersebut;PBHI Soroti Oknum yang Ganggu DemonstrasiKetua PBHI, Julius Ibrani, menilai forum ini jadi langkah awal perbaikan Polri. Namun, ia menyoroti keberadaan oknum yang kerap mengganggu jalannya aksi di lapangan.“Di lapangan, kami melihat berbagai macam oknum dengan badan kekar, rambut cepak dan segala macam yang mencoba berkali-kali menghalangi dan merusak proses demonstrasi kami dan kemudian menyebabkan kerusuhan,” kata Julius.Menurutnya, pembentukan tim transformasi Polri bisa menjadi titik balik untuk memperbaiki kebijakan internal.Kompolnas: Polri Adalah Institusi Sipil Hasil ReformasiKomisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Choirul Anam menghadiri sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Bripka Rohmad, di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparanSementara itu, Komisioner Kompolnas, M. Choirul Anam, menyebut pertemuan ini jadi pengingat bahwa Polri adalah institusi sipil hasil reformasi.“Forum tadi mengingatkan kita semua bahwa polisi ini adalah polisi kita, polisi sipil yang harus kita temenin, yang harus kita jadikan polisi kita semakin lama semakin profesional, semakin demokratis dan humanis,” ujarnya.Rocky Gerung: Tak Ada Reformasi Tanpa TransformasiRocky Gerung. Foto: Fitra Andrianto/kumparanRocky Gerung menilai reformasi kepolisian selama ini belum pernah benar-benar terjadi. Ia menyebut, yang berlangsung hanya pemisahan kelembagaan antara Polri dan TNI, bukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi dan nilai yang ada.“Coba kita lihat bagaimana proses yang kita sebut proses reformasi kepolisian, tidak pernah terjadi reformasi. Yang terjadi pemisahan antara tentara dan polisi pada saat itu. Yang terjadi pemisahan kelembagaan, bukan evaluasi terhadap kondisi,” kata RockyMenurut Rocky, istilah reformasi saat ini sudah tidak lagi relevan. Ia menegaskan, yang dibutuhkan justru transformasi agar Polri benar-benar menjadi institusi sipil yang sesuai dengan kebutuhan zaman.“Jadi waktu kita mengucapkan kata reformasi sebetulnya itu terlambat. Yang kita perlu sekarang adalah istilah transformasi,” tegasnya.Rocky menambahkan, setelah pemisahan Polri dan TNI, nilai-nilai kesipilan harus ditransformasikan secara nyata. Ia menyebut dunia global sudah melampaui tahap transformasi, menuju apa yang disebut filsuf Nietzsche sebagai 'tranvaluasi'.“Setelah lembaga polisi dan militer dipisahkan, sekarang nilai kesipilan itu kita transformasikan ke era ketika seluruh dunia mengalami bahkan bukan lagi transformasi tapi apa itu istilahnya Pak Magnis, kata Nietzsche, transvaluasi,” ujarnya.“Jadi sekali lagi kepentingan kita dengan reformasi kepolisian ini mulai dengan transvaluasi semua nilai kita bicarakan ulang,” pungkasnya.Amnesty: Bebaskan Aktivis yang DitahanDirektur Eksekutif Amnesti Internasional di Indonesia, Usman Hamid. Foto: Thomas Bosco/kumparanUsman Hamid dari Amnesty International menyebut akar demonstrasi Agustus lalu adalah ketidakadilan sosial-ekonomi. Ia juga mendesak pembebasan aktivis yang hingga kini masih ditahan polisi.“Kami menjamin bahwa mereka adalah para aktivis yang memperjuangkan demokrasi, termasuk reformasi Polri, dan tidak terlibat di dalam berbagai tindakan kriminal,” ujar Usman.Ia menekankan pentingnya tim pencari fakta untuk mengungkap kematian dan hilangnya sejumlah orang dalam aksi tersebut.Catatan KontraS Terhadap PolriKoordinator KontraS Dimas Bagus Arya di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan Koordinator KontraS, M. Dimas Bagus, menyampaikan pihaknya membuka posko aduan orang hilang pasca aksi Agustus–September. Sejumlah aduan orang hilang dengan dua klasifikasi masuk ke laporan KontraS.“Kami menerima 47 aduan di mana kami juga mengklasifikasikan bahwa 33 orang itu menjadi korban penghilangan paksa jangka pendek. Dua orang masih hilang, Reno Syaputra Dewo dan juga Muhammad Farhan Hamid,” jelas Dimas.KontraS juga mendesak pembebasan massa aksi yang ditangkap.“Ini adalah bentuk dari the guilty of association atau kejahatan asosiasi yang harusnya tidak bisa dipidana. Karena mereka terlibat dalam upaya untuk mendorong advokasi, terlibat untuk menyampaikan ekspresi dan juga pendapat di muka umum sehingga mereka tidak bisa dipersangkakan atau ditersangkakan. Terlebih lagi tahan,” ujarnyaImparsial: Tinggalkan Budaya MiliteristikMassa aksi rusuh saat berunjuk rasa di kawasan gedung DPR Jakarta. Foto: Aditia Noviansyah/kumparanArdi Manto Adiputra dari Imparsial menyoroti lemahnya pemahaman anggota Polri terhadap Perkap Nomor 8 Tahun 2009 Tentang HAM.“Kami menemukan di lapangan banyak anggota kepolisian pada level bawah yang tidak mengetahui bahwa ada Perkap 8 tahun 2009 tersebut,” ucapnya.Ia juga mendorong Polri meninggalkan budaya kekerasan dan meningkatkan kualitas skill serta pengetahuan.“Budaya militeristik yang harus saya katakan bahwa budaya kekerasan yang cenderung pada penggunaan karakter-karakter militeristik itu sudah harus ditinggalkan dan kemudian yang penting untuk ditingkatkan adalah penguatan skill dan pengetahuan,” ujarnyaICJR: Penangkapan Ciptakan Iklim KetakutanPeneliti ICJR, Iftitah Sari, menilai penangkapan dan penahanan massa aksi menimbulkan rasa takut bagi masyarakat.“Ada sesuatu yang harus diubah di dalam sistem yang harapannya ke depan untuk setiap unjuk rasa tidak lagi diikuti oleh aksi-aksi penangkapan dan penahanan yang itu menciptakan iklim ketakutan,” kata Iftitah.Ia menilai momentum revisi RUU KUHAP bisa digunakan untuk memperkuat akuntabilitas dan mekanisme kontrol.Centra Initiative: Polri Harus Jadi ‘Demonstration Friendly’Al Araf dari Centra Initiative mendorong Polri membangun pendekatan yang lebih ramah demonstrasi.“Kami menganggap perlu membangun apa yang disebut dengan demonstration friendly. Jadi aparat keamanan perlu membangun demonstration friendly. Jadi mereka yang melakukan aksi masa adalah bagian dari warga negara yang berpartisipasi,” jelasnya.Ia juga mendukung pembentukan tim pencari fakta dan meminta Polri lebih persuasif dalam menangani massa.YLBHI: Segera Hentikan Kriminalisasi AktivisKetua Umum YLBHI Muhammad Isnur di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparanKetua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, meminta Kapolri menghentikan penahanan aktivis yang vokal membela demokrasi.“Kami memohon meminta Pak Kapolri untuk segera membebaskan dan menghentikan penahanan para aktivis demokrasi yang selama ini bersuara untuk hak asasi manusia buat demokrasi tapi sekarang mengalami upaya pemidanaan,” ujar Isnur.Ia juga mendorong pembaruan aturan internal Polri dan penguatan pendidikan HAM bagi anggota.Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Koalisi Masyarakat Sipil usai berdialog di Gedung PTIK, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparanMenutup diskusi, Listyo Sigit menegaskan Polri akan menindaklanjuti kritik masyarakat sipil.“Kami dari institusi Polri ingin mendengar langsung dari teman-teman koalisi masyarakat sipil tentang apa yang diharapkan, tidak hanya dalam penanganan unjuk rasa tapi juga hal-hal lain yang memang langsung dirasakan oleh masyarakat,” katanya.Kapolri berharap dialog ini terus berlanjut dan menjadi pintu perbaikan institusi Polri ke depan.