Raungan sirene ambulans saling bersahutan di jalanan Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB), pada Rabu siang, 24 September. Ambulans-ambulans hilir mudik mengangkut sejumlah siswa sekolah di daerah itu yang keracunan setelah menyantap makan bergizi gratis (MBG), sebuah program ambisius Presiden Prabowo Subianto yang dikelola Badan Gizi Nasional (BGN). Para siswa dirujuk ke berbagai tempat mulai dari Posko Darurat GOR Cipongkor, RSUD Cililin, hingga RSIA Anugrah.“Saking keteterannya, akhirnya kami koordinasi di grup ambulans. Alhamdulillah semua ambulans di KBB ikut turun tangan,” kata Ucep, sopir ambulans Desa Karangsari, Cipongkor, pada kumparan, Jum’at (26/9).Ilustrasi mobil ambulans. Foto: ANTARA FOTO/Mohammad AyudhaSiang itu kondisinya sangat genting. Jalanan didominasi konvoi ambulans. Saking banyaknya korban keracunan MBG, Ucep sampai tidak menghitung berapa siswa yang diangkutnya.Ia hanya ingat masing-masing ambulans sempat diisi lebih dari satu pasien. Keluarga maupun rekan pasien bahkan sampai mencegat ambulans di jalan layaknya angkot agar korban bisa segera ditangani.“Saya sempat bawa dua pasien di dalam mobil…ada yang delapan orang di dalam ambulans, ada yang enam orang,” kata Ucep.Kasus keracunan massal Rabu siang itu merupakan situasi darurat kedua kalinya yang terjadi di KBB. Sebelumnya pada Senin (22/9), sebanyak 441 siswa SD hingga SMK dari berbagai sekolah keracunan usai menyantap MBG dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Makmur Jaya, Desa Cijambu, Cipongkor. Menu yang disantap adalah nasi, ayam kecap, tahu goreng, sayur, dan buah. Pemkab Bandung Barat lalu menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).Siswa korban keracunan usai menyantap menu makan bergizi gratis (MBG) menjalani perawatan medis di Posko Penanganan di Kantor Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (24/9/2025). Foto: Abdan Syakura/ANTARA FOTOBerselang dua hari, Rabu (24/9), muncul lagi gelombang siswa keracunan dari sekolah berbeda. Kali ini korbannya lebih banyak: 730 orang. Mereka menyantap MBG dari SPPG Maju Jaya, Desa Neglasari, Cipongkor. Menu hari itu adalah nasi, ayam geprek, tahu goreng, lalapan, dan stroberi.Kondisi semakin parah karena di daerah tetangga, Kecamatan Cihampelas, juga terjadi keracunan massal yang menimpa 192 siswa. Mereka keracunan usai menyantap karedok, telur rebus, pisang, dan kentang rebus dari SPPG Desa Mekarmukti.Sehingga total korban keracunan MBG di KBB mencapai 1.363 orang. Mayoritas gejala yang dialami mual, pusing, sakit perut, hingga sesak napas.Seorang siswa melakukan perawatan usai keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di Bandung Barat, Jawa Barat. Foto: Novrian Arbi/ANTARA FOTOKorban keracunan massal pada Rabu paling banyak berasal dari SMK Karya Perjuangan. Japar, Kepala Sekolah SMK Karya Perjuangan, menyatakan awalnya MBG datang sekitar pukul 09.00 WIB. Ompreng MBG kemudian dibagi saat jam istirahat pukul 09.40 WIB.“Sebelum diberikan ke anak-anak, gurunya makan dulu satu karena ada siswa yang tidak hadir. Dan gurunya sehat sampai sekarang,” ucap Japar kepada kumparan di lokasi, Jumat (26/9).Setelah MGB dimakan, beberapa siswa laki-laki merasa tak enak badan. Ada yang mengeluhkan tahu seperti berbau. Mereka lalu izin ke warung di luar sekolah untuk membeli minuman. Sekembalinya ke sekolah, siswa-siswa itu masih dalam kondisi lemas. Japar pun memberi mereka teh manis dan membawanya ke Puskesmas terdekat.Tak disangka di sana mereka justru kejang-kejang. Japar lalu menelepon SPPG Maju Jaya untuk mengirim ambulans ke sekolah. Rupanya di sekolah, banyak siswa di tiap kelas yang hampir jatuh pingsan. Secara total, kata Japar, jumlah siswanya yang keracunan mencapai 93 orang.Seorang siswa melakukan perawatan usai keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di Bandung Barat, Jawa Barat. Foto: Novrian Arbi/ANTARA FOTOTitin Marlina, orang tua siswa SMK Karya Perjuangan yang jadi korban keracunan, menyebut anaknya merasakan pusing, mual, dan sakit perut usai menyantap habis MBG. Kondisi itu terjadi 30 menit setelahnya. Namun menurut anaknya, MBG yang diberikan tidak terasa berbau maupun busuk.Begitu pula menurut Ani Sumarni, orang tua korban siswa MTs Syarif Hidayatullah. Ani menyatakan, tidak ada rasa yang mencurigakan dari menu MBG yang dimakan anaknya pada Rabu (24/9) itu. Hanya saja, sambal milik teman yang dicoba anaknya rasanya agak asam.Tak cuma siswa, seorang guru juga jadi korban keracunan MBG. Dadan, seorang guru Madrasah Ibtidaiyah di Cipongkor, mengalami pusing dan mual sekitar 30 menit setelah menyantap menu MBG milik siswa yang tidak masuk. Walaupun keracunan, menurut Dadan, menu MBG saat itu nampak seperti normal.“Nasi-nya pulen, ayamnya enak. Gak ada yang mencurigakan,” kata Dadan.Dapur Makmur Jaya Yayasan Rajib Putra Barokah, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (26/9). Foto: Linda Lestari/kumparanKepala SPPG Maju Jaya, Fauzan Hilmi, mengatakan nasi dan ayam geprek merupakan menu yang paling sering dipesan oleh siswa-siswa sejak SPPG beroperasi sekitar 1 bulan. Ia pun heran mengapa kali ini terjadi kasus keracunan. Padahal, Fauzan mengeklaim SPPG-nya telah berhati-hati dengan melihat kejadian keracunan di SPPG lain pada Senin (22/9) sebelumnya.“Dari tim persiapan, tim masak, pembersihan juga lebih hati-hati,” kata Fauzan pada kumparan, Kamis (25/9).Ia menyebut lalapan selada dan tomat datang Selasa (23/9) pukul 15.00 WIB dan daging ayam pukul 19.00 WIB. Lalu nasi mulai dimasak pukul 21.00 WIB, kemudian daging ayam dimasak pukul 23.00 WIB. Sedangkan distribusi dimulai pukul 07.00 WIB untuk 3.900 siswa di 33 sekolah.Fauzan kaget ketika pukul 10.00 WIB, pihak SMK Karya Perjuangan menghubungi bahwa telah terjadi keracunan massal. Buntut dari kasus itu, SPPG Maju Jaya ditutup sementara. Begitu pula SPPG Makmur Jaya dan SPPG Mekarmukti. SPPG Maju Jaya dan SPPG Makmur Jaya dimiliki oleh satu entitas yakni Yayasan Rajib Putra Barokah.Puluhan siswa yang keracunan MBG menjalani perawatan di Kantor Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat, Rabu (24/9/2025). Foto: Linda Lestari/kumparanKasus di KBB merupakan peristiwa keracunan kesekian kalinya dalam program MBG. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat sebelum kejadian di KBB, jumlah keracunan telah mencapai 6.452 kasus di berbagai provinsi sejak MBG berjalan awal 2025.“Seminggu yang lalu masih 5.000-an dan minggu ini sebenarnya sudah di angka 6.000. Jadi dalam sepekan sudah naik 1.000 lebih korban,” ucap Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, pada kumparan, Rabu (24/9).Sehingga dengan tambahan di KBB, total keracunan MBG mencapai hampir 8 ribu kasus. Angka itu lebih besar dari hitungan BGN bahwa korban keracunan periode Januari hingga 25 September berada di kisaran 5.914 orang.Ubaid menyebut kasus keracunan mencapai puluhan pada Januari (87), Februari (54), dan Maret (93). Lalu naik jadi ratusan pada April (223) dan Mei (293). Kemudian turun jadi puluhan pada Juni (10) karena libur sekolah. Setelahnya melonjak tinggi 342 kasus pada Juli, 2.226 di Agustus, dan 3.125 hingga 21 September.“Semakin banyak penerima MBG, semakin banyak dapur yang dibuka dan beroperasi, jadi semakin banyak kasus [keracunan] ini terjadi,” kata Ubaid.Petugas menyiapkan paket makanan bergizi gratis (MBG) di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Samarinda Ulu 2 di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (27/8/2025). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal HidayatUbaid menduga jumlah korban keracunan sebenarnya lebih besar. Sebab di berbagai daerah terdapat surat perjanjian antara SPPG dan sekolah untuk tidak mempublikasikan jika terjadi masalah seperti keracunan.Contoh kasus keracunan yang tidak terungkap sepenuhnya terjadi di Kecamatan Koja, Jakarta Utara, pada 8 September 2025. Dari dokumen laporan kasus yang diterima kumparan, terdapat 190 siswa dari 6 sekolah, di antaranya SMPN 277, yang keracunan MBG dengan menu potato wedges, egg roll chicken, enoki crispy, edamame, saus sambal, dan pisang. Namun korban keracunan yang dicatat BGN hanya 14 orang. kMasih di Jakut, kumparan juga mendapat informasi terjadi keracunan MBG di SMAN 15 Jakarta pada 23 September, namun tak tercatat oleh BGN. kumparan telah mendatangi SMPN 277 dan SMAN 15 terkait kejadian itu, namun mereka enggan berkomentar dan meminta agar penjelasan diberikan langsung oleh Dinkes. kumparan juga mendatangi SPPG di Sunter yang disebut sebagai penyuplai MBG di SMAN 15. Namun saat didatangi, mereka enggan memberikan tanggapanPetugas menyiapkan paket makanan bergizi gratis (MBG) di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Samarinda Ulu 2 di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (27/8/2025). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal HidayatSPPG Tak Patuh SOP MasakHasil temuan BGN menemukan bahwa sekitar 6 ribu kasus keracunan mayoritas berasal dari 45 SPPG yang bermasalah. Adapun dari 45 SPPG tersebut, sebanyak 80% tidak mematuhi aturan tata kelola masak.Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, menyatakan MBG seharusnya diberikan kepada para siswa maksimal 4-6 jam sejak waktu mulai masak. Artinya jika MBG diberikan pukul 09.00 WIB, waktu masak harusnya pukul 03.00 WIB ke atas. Sedangkan di kasus KBB, BGN menemukan bahwa SPPG mulai masak pukul 21.00 WIB hari sebelumnya untuk diantar pukul 07.00 WIB.Nanik menduga kondisi tersebut karena juru masak SPPG malas sehingga mulai terlalu dini. Ditambah kurangnya pengawasan dari lulusan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang bertugas sebagai Kepala SPPG maupun pihak yayasan.Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Badan Gizi Nasional (BGN) di Jakarta, Jumat (26/9/2025). Foto: ANTARA FOTO/Galih PradiptaSelain itu, Nanik menemukan bahwa SPPG Maju Jaya membeli bahan baku ayam beku pada Sabtu (20/9) untuk dipakai pada Rabu (24/9). Padahal SOP mengatur bahan baku yang dibeli haruslah segar atau fresh. Apalagi freezer yang dimiliki tidak memadai untuk menyimpan ayam beku dalam jumlah berkuintal-kuintal.“Ayamnya enggak fresh, mungkin menuju ke bahan baku ayam yang ‘busuk’,” ucap Nanik.Dugaan ayam sudah busuk juga terlontar dari Kepala Puskesmas Cipongkor, Yuyun Sarihotima. Yuyun menyebut hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan sementara oleh BRIN.Menurut Nanik, pihak yang bertanggung jawab belanja bahan baku adalah yayasan. Meski demikian, belanja harus atas persetujuan dan pengawasan Kepala SPPG. Nanik menilai kasus keracunan belakangan ini rata-rata terjadi di SPPG baru yang juga diisi oleh lulusan baru SPPI batch 3.“Cuma tiga bulan pendidikannya,” ucap NanikPelatihan SPPI di Satdik IV-F Pusdikkav Cimahi. Foto: Dok. BapanasSumber kumparan di lingkaran elite BGN mengamini masalah SDM di lulusan SPPI batch 3. SPPI merupakan program inisiatif Kemhan dan Unhan untuk mencetak lulusan yang bakal diproyeksikan sebagai Kepala SPPG berstatus PPPK.Menurut sumber itu, proses pendidikan SPPI batch 3 yang diikuti 30.000 orang dikebut hanya sekitar tiga bulan. Berbeda dengan SPPI batch 1 (937 orang) yang dididik selama 8 bulan dan SPPI batch 2 (1.063 orang) yang menjalani 6 bulan pelatihan.Akibat cepatnya masa pendidikan, pemahaman tentang pengelolaan dapur masih minim. Ditambah saat pendidikan, kata sumber itu, SPPI batch 3 dilatih untuk mulai masak mulai pukul 20.00. Sedangkan SOP BGN mengatur dapur baru mulai masak pukul 02.00.Namun menurut Galih, lulusan SPPI batch 3, tidak ada ajaran untuk mulai memasak jam 20.00. Meski begitu, kata Galih, jam 8-9 malam biasanya merupakan waktu persiapan bahan baku oleh tim masak. Sedangkan proses masak dimulai tengah malam hingga subuh.Petugas menata menu makanan yang akan didistribusikan pada program makan bergizi gratis di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (6/1/2025). Foto: Aloysius Jarot Nugroho/ANTARA FOTOTak hanya itu, sumber menyatkan terkadang ada saling sikut antara Kepala SPPG dan yayasan terkait belanja bahan baku. Meski wewenang belanja berada di yayasan, namun Kepala SPPG bisa menolak jika dianggap terlalu mahal.Alhasil yayasan kemudian belanja di supplier murah dengan konsekuensi bahan kurang berkualitas. Padahal belanja bahan baku tak boleh asal-asalan, seperti ayam potong harusnya dibeli dari rumah potong hewan atau pedagang yang punya nomor kontrol veteriner (NKV) agar memenuhi standar higienis.Sementara itu CEO Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (Cisdi), Diah Saminarsih, berpendapat maraknya kasus keracunan yang berulang justru disebabkan karena ketiadaan regulasi yang mengatur MBG. Padahal program bernilai Rp 171 triliun pada 2025 ini telah berjalan selama 9 bulan lamanya. Peraturan Presiden (Perpres) yang ada saat ini hanya mengatur organisasi BGN.Bagi Diah, tiadanya Perpres MBG mengakibatkan tak ada cantolan regulasi untuk mengetahui apakah keracunan merupakan masalah yang harus diperbaiki, bagaimana cara memperbaikinya, seperti apa mitigasi risikonya, siapa yang harus bertanggung jawab, dan apa bentuk hukumannya.Presiden Prabowo Subianto tinjau program MBG di SDN Kedung Jaya 1 Bogor, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, Senin (10/2/2025). Foto: Cahyo/Biro Pers Sekretariat Presiden“Yang ada hanyalah perintah atau arahan untuk terus menambah jumlah penerima manfaat, yang konsekuensinya menambah jumlah SPPG. Jadi SPPG bertambah banyak, penerima manfaat bertambah banyak, tapi regulasi tidak ada yang mengatur MBG,” ujar Diah pada kumparan, Jumat (26/9).Pada tahun ini, BGN menargetkan jumlah SPPG mencapai 31 ribu dan jumlah penerima MBG 82,9 juta jiwa. Adapun realisasinya hingga akhir September berjumlah 9.638 SPPG dengan total penerima hampir 30 juta jiwa.Diah mendesak agar Perpres MBG segera diterbitkan dan mengatur mulai dari tata kelola, sanksi, hingga audit penggunaan anggarannya. “Dan mengatur standar makanan yang harus dikonsumsi itu seperti apa?...Kalau standar itu tidak terpenuhi, apa konsekuensinya buat SPPG? Bagaimana proses mekanisme monitoringnya?” ucapnya.Mengenai desakan Perpres MBG, Nanik menyatakan Presiden Prabowo segera menekennya dalam waktu dekat. Ia menyebut sedianya Perpres sudah terbit beberapa waktu lalu, namun ada perubahan ketentuan yang mengatur guru juga mendapat MBG. Sehingga proses harmonisasi Perpres MBG sempat diulang.Polres Banggai Kepulauan saat memasang police line di tempat SPPG atau dapur produksi makanan, Kamis (19/9/2025). Foto: Dok. Polres Banggai KepulauanDugaan Sabotase?Selain masalah SOP masak yang tak dipatuhi, maraknya kasus keracunan juga memunculkan anasir liar di publik mengenai adanya dugaan sabotase program MBG. Presiden Prabowo Subianto bahkan mewanti-wanti agar kasus keracunan tidak dipolitisasi.Anggota Komisi IV DPR, Firman Soebagyo, meminta BGN menginvestigasi menyeluruh terkait dugaan itu. Adapun Pemimpin Kesultanan Pakunegara Sanggau Kalimantan Barat, Sultan Mulia Kusuma Nata Pakunegara, menyatakan kemungkinan sabotase muncul karena sejumlah korban keracunan mengalami kejang-kejang.Sumber kumparan di lingkar inti BGN menyatakan, dugaan sabotase pertama kali ditengarai terjadi saat kasus keracunan di Tanah Sareal, Bogor, pada awal Mei. Indikasinya korban baru mengalami gejala keracunan 2-3 hari setelah menyantap MBG.Saat itu, Kepala BGN Dadan Hindayana menyebut siswa menyantap MBG pada Selasa, sedangkan reaksinya baru diketahui pada Rabu, dan peningkatan korban mengeluh keracunan terjadi pada Kamis dan Jumat.Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mandiri Yayasan Al Bayyinah 2 di Garut yang merupakan dapur pembuat makanan MBG masih beroperasi normal, Rabu (24/9/2025). Foto: Dok. kumparanSumber itu menyebut, dugaan sabotase ketika itu diperkuat dengan bukti CCTV seseorang yang bukan anggota SPPG memasukkan sesuatu ke beras atau minyak yang hendak diolah.Sedangkan terkait kasus keracunan terkini di KBB, Nanik menyebut memang ada kecurigaan dan indikasi sabotase. Indikasi tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Jawa Barat (Labkes Jabar) terhadap 163 sampel MBG dari 11 kabupaten/kota.Menurut Labkes, hasil pemeriksaan mikrobiologi menyatakan 72% sampel negatif bakteri penyebab racun dan 23% positif bakteri racun (Vibrio Cholera, Staphylococcus aureus, Eschericia colli, Bacillus cereus). Sedangkan hasil pemeriksaan lab kimia menunjukkan 92% hasilnya negatif bahan kimia beracun, hanya 8% yang hasilnya positif senyawa Nitrit.“Ada indikasi yang seperti itu (sabotase). Makanya kami turunkan sekarang APH (aparat penegak hukum). Polisi masuk, BIN masuk,” ucap Nanik.Ia pun tak habis pikir dengan isu negatif terhadap MBG. Mulai dari temuan paku payung di menu nasi kuning, serpihan kaca, hingga belatung di kepala ikan lele di Jateng. Padahal setelah dicek langsung ke SPPG, menu lele yang diberikan ke siswa tanpa kepala.Sejumlah siswa menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Pejaten Barat 1 Pagi, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparanNanik berharap program MBG jangan diganggu karena telah mampu menyerap 400 ribu tenaga kerja dan memberdayakan pedagang lokal. Di samping itu, BGN meminta SPPG untuk memperketat orang yang keluar masuk dapur.“Kalau urusannya diduga keracunan, kami perbaiki. Kami akan all out di SOP dan semuanya. Tapi yang di luar itu, tolonglah program ini jangan diganggu. Saya bukan kasihan sama Pak Prabowo, kasihan sama anak-anak, kasihan sama orang yang enggak punya kerjaan nanti,” kata Nanik.Di sisi lain dokter sekaligus ahli gizi, Tan Shot Yen, berpandangan jangan sampai anasir liar sabotase justru mengesampingkan fakta saintifik kemungkinan lalainya pengelolaan MBG.Ia meyakini tak ada pihak yang secara khusus rela menyisakan waktu untuk mengacaukan program mercusuar Prabowo itu. Tan justru mendorong agar kasus keracunan yang marak belakangan ditelusuri secara epidemiologi hingga ke hulu.“Mengusut dari mana kontaminasi ini muncul,” kata Tan pada kumparan, Rabu (24/9).Petugas menyiapkan makanan di SPPG Jakarta Barat, Senin (6/1/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparanTan menyarankan, pertama, perlu ditelusuri dari awal pembelian bahan pangan apakah sudah terkontaminasi parasit atau tidak. Kedua, apakah proses penyetokan bahan baku di SPPG sudah tertata rapi. Kemudian apakah pemprosesan bahan makanan sudah dilakukan secara higienis.“Masak banyak sekali prosesnya. Dari pengupasan, cincang, motong, itu talenannya sendiri apa kabar? Apakah talenannya betul-betul dicuci sesuai dengan prosedur? Apakah makanan itu dimasak sampai matang betul? Suhunya terjaga,” jelas Tan.Langkah keempat perlu ditelusuri proses pengemasan MBG. Tan menyebut ompreng yang dipakai untuk mengemas makanan harus dipastikan higienitasnya. Apakah proses pencucian ompreng sebelumnya telah benar-benar bersih dan dikeringkan dengan lap khusus. Lalu apakah saat ompreng ditaruh tidak ada serangga atau tikus yang lewat di sekitarnya.Kelima saat proses distribusi, kata Tan, harus dicek berapa lama sampai MBG tersebut dikonsumsi siswa. Sebab dalam SOP BGN, MBG harus dijaga pada suhu aman. Tan menyatakan suhu aman pangan yakni di atas 60 derajat celcius. Jangan sampai makanan dibiarkan di suhu ruangan (5-60 derajat) selama 2 jam atau lebih.Petugas memeriksa makanan di SPPG Jakarta Barat, Senin (6/1/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan“Bayangin kalau makanan ini sudah berjam-jam di suhu ruang. maka di situ letak risiko kontaminasi bakteri, jamur, atau apa pun itu bisa berkembang biak. Itu adalah suhu ideal bagi mikroba untuk tumbuh,” jelas Tan.Terakhir yang perlu ditelusuri adalah kebersihan tempat saat MBG diberikan ke sekolah hingga dikonsumsi anak-anak. Seringkali tumpukan ompreng MBG yang hendak dikonsumsi ditaruh di atas lantai sekolah.“Ini ngeri-ngeri sedap. Lalu kemudian ketika anaknya mau makan, cuci tangan pakai sabun apa enggak?” kata Tan.Pelatihan SPPI di Satdik IV-F Pusdikkav Cimahi. Foto: Dok. BapanasTunggakan Gaji SPPIDi luar masalah keracunan, persoalan lain yang menimpa program MBG adalah tunggakan gaji yang dialami sejumlah SPPI maupun ahli gizi dan akuntan yang bekerja di SPPG. Bobby, salah satu lulusan SPPI batch 3 yang ditempatkan di Sumatera Utara, mengaku belum mendapat gaji dari BGN walau sudah bekerja selama 2 bulan. Ia pun hingga kini masih magang dan belum ditempatkan sebagai Kepala SPPG.“Dampaknya memang belum terlalu terasa karena masih tinggal dengan orang tua. Tapi saya sudah tidak memiliki tabungan karena sudah habis mulai dari mengikuti pendidikan,” ucap Bobby yang meminta namanya disamarkan kepada kumparan, Kamis (25/9).Bobby mengaku kecewa dengan gaji yang ditunggak. Padahal ia tertarik menjadi SPPI karena tergiur dengan potensi pendapatan lebih besar dan sistem gaji yang pasti dibanding pekerjaannya sebelum ini.Petugas berjalan di depan papan catatan paket makanan bergizi gratis (MBG) di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Samarinda Ulu 2 di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (27/8/2025). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal HidayatDi samping itu berkesempatan pula menjadi ASN PPPK. Walau demikian, jadwal ujian PPPK yang dijanjikan tak kunjung ada dan hingga kini gajinya belum juga cair.“Kami sudah menjalankan kewajiban, tapi hak belum kami terima,” ucapnya.Lulusan SPPI batch 3 lainnya, Galih, juga ditunggak gajinya selama 1 bulan. Galih yang masih magang di SPPG Jateng menyatakan di Surat Perjanjian Kerja (SPK), seharusnya penggajian dilakukan tiap tanggal 6.Namun nyatanya hingga kini ia baru mendapat satu kali gaji. Galih mengaku tunggakan gaji ini memaksanya meminjam uang ke sana kemari untuk menutup biaya hidup.“Kami belum mendapatkan kepastian dikemudian hari apakah akan ada gaji rapel,” ucap Galih yang juga meminta namanya disamarkan.Sebelum bergabung di SPPI, Galih berkarier sebagai dosen kontrak di salah satu perguruan tinggi. Ia rela meninggalkan karier dosen karena tertarik dengan status kepegawaian yang akan menjadi PPPK dan bertugas di dapur wilayah domisili. Namun hingga kini janji itu belum terlaksana dan beberapa temannya di SPPI batch 3 justru mundur.Nanik S Deyang mengakui sejumlah SPPI, khususnya batch 3, belum mendapat gaji. Menurutnya, problem ini terjadi karena masalah nomenklatur lembaga yang masih baru dan anggarannya masih diblokir Kemenkeu.Orang tua murid yang tergabung dalam komite orang tua murid ikut serta dalam pendistribusian Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Pejaten Barat 1 Pagi, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparanEvaluasi Total MBGBerbagai masalah yang menerpa membuatnya program MBG didesak untuk dihentikan sementara. Ani dan Titin, orang tua siswa keracunan di Cipingkor, meminta program MBG diganti dengan uang tunai. Keduanya mengaku trauma apabila anak-anaknya diminta mengonsumsi MBG lagi.“Kalau sudah kejadian kayak gini, enggak usah dilanjut. Takutnya nanti kejadian lagi,” ucap Titin.Ubaid, Koordinator Nasional JPPI, menilai setelah dihentikan sementara, program MBG perlu dievaluasi total. Khususnya soal jumlah anggaran pada 2026 yang jumlahnya melonjak jadi Rp 335 triliun. Dari angka itu, Rp 223 triliun di antaranya mencaplok anggaran pendidikan.Ubaid menyatakan jika dana pendidikan dipakai sebesar itu, ia khawatir sekolah-sekolah rusak tak kunjung diperbaiki, gaji guru yang tidak layak sulit dinaikkan, hingga anak-anak berpotensi tidak sekolah karena faktor ekonomi.Evaluasi MBG mutlak diperlukan. Ilustrasi: Adi Prabowo/kumparan“Dievaluasi total supaya investigasinya bisa lebih menyeluruh. Presiden nunggu berapa nyawa yang harus dikorbankan? Apa nunggu harus ada korban nyawa baru dihentikan? Atau nunggu berapa ribu lagi kasus keracunan baru dihentikan?” tanya Ubaid.Selain besaran anggaran, kata Ubaid, evaluasi terhadap MBG juga terkait pola penyalurannya. Ubaid mendorong sebaiknya SPPG-SPPG dikhususkan di daerah-daerah terpencil. Menurutnya daerah seperti itu lebih membutuhkan MBG dibandingkan daerah perkotaan yang justru rawan terbuang percuma.Selain itu ia juga mendorong evaluasi SPPG bukan hanya yang terkait kasus keracunan, melainkan SPPG lain yang bermasalah. Seperti SPPG dengan menu yang tidak memenuhi standar gizi. “Ada dapur yang kualitas menunya bagus, enggak keracunan, tapi punya anggota DPR. Apakah itu bermasalah? Menurut saya bermasalah, ada konflik kepentingan. Bagaimana DPR mengawasi dapur yang punya dia sendiri,” jelas Ubaid.Petugas kebersihan mengambil sisa sampah makanan dari dapur SPPG Kemang. Foto: Fauzan/ANTARA FOTOSementara itu Diah Saminarsih, CEO Cisdi, menilai penghentian sementara MBG justru demi menyelamatkan program tersebut. “Dibandingkan nanti kalau ternyata sampai ada korban jiwa yang fatal, akan sulit untuk bisa diterima dan kembali dipercaya oleh masyarakat,” ucap Diah.Diah juga mengusulkan ke depan program MBG lebih difokuskan ke daerah 3T serta wilayah perkotaan dengan tingkat kemiskinan ekstrem dan padat penduduk.Adapun Tan Shot Yen mengajukan 4 usulan reformasi dan 5 rekomendasi MBG. Usulan pertama yakni menghapus makanan ultra proses seperti biskuit hingga daging olahan. Kedua menutup SPPG bermasalah, ketiga menutup SPPG yang berpotensi masalah. Sebab dari beberapa temuan di lapangan, terdapat SPPG yang pegawainya tidak memakai APD dan dapurnya kotor.“Keempat kita menuntut adanya evaluasi, monitoring, dan supervisi. Bukan oleh BPOM, tapi menggandeng pemda setempat,” ucapnya.Siswa mengantre untuk mendapatkan menu makan bergizi gratis perdana di SD Santo Michael Bilogae, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, Senin (20/1/2025). Foto: Martinus Eguay/ANTARA FOTOSedangkan untuk rekomendasi pertama, kata Tan, sebaiknya program MBG difokuskan ke daerah 3T dengan membangun dapur di kantin sekolah yang ada. Kedua, melibatkan tenaga pelaksana gizi di Puskesmas. Ketiga, transparansi dalam pengelolaan keuangan dan dampak efek bergandanya.“Betul enggak ekonomi ini berkembang? Jangan-jangan yang berkembang pemilik UMKM dagangan frozen,” ucap Tan.Rekomendasi keempat, BGN harus mengusahakan 80%-nya menu MGB bersifat panganan lokal. Terakhir, BGN perlu mengedukasi siswa tentang makanan bergizi.Terhadap berbagai desakan tersebut, BGN masih kekeuh untuk melanjutkan program MBG. Sumber kumparan menganalogikan kondisi BGN saat ini seperti memperbaiki pesawat rusak di udara, tanpa perlu mendarat darurat.Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Minggu (28/9/2025). Foto: Instagram/ @sekretariat.kabinetWalau begitu, Nanik Deyang menyatakan BGN telah menutup sementara 40 SPPG yang terkait kasus keracunan dan menarik para SPPI-nya untuk diberi pendidikan ulang. BGN juga mewajibkan seluruh SPPG untuk memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitas (SLHS), Sertifikat Halal, dan Sertifikat Penggunaan Air Laik Pakai. Tiga sertifikat itu harus dimiliki masing-masing SPPG maksimal 1 bulan ke depan.Sementara terkait harapan program MBG di daerah 3T, kata Nanik, pembangunan dapurnya akan memakai APBN maupun CSR BUMN. Sementara jika berada di daerah perbatasan, SPPG bakal dibangun di dapur-dapur milik Kostrad TNI AD.“Bahwa ada kekurangan iya, ada keracunan makanan iya. Kita hitung dari semua makanan yang keluar, penyimpangan atau kesalahan itu 0,00017 persen,” tutup Prabowo.