Wamen Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak saat ditemui usai acara Konsolidasi Penyelenggara Haji Tahun 2026, Medan, Jumat (12/9/2025). Foto: Amar Marpaung/kumparanWakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak menyoroti perhitungan kuota haji per provinsi yang menurutnya tidak sesuai aturan.Menurut Permenag 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Haji Reguler, pembagian kuota reguler ke provinsi harus memperhatikan dua hal. Yakni:Proporsi jumlah penduduk muslim antar provinsiProporsi jumlah daftar tunggu (waiting list) jemaah haji antar provinsiJadi, provinsi dengan lebih banyak penduduk muslim dan/atau lebih banyak calon jemaah haji yang mendaftar, akan mendapatkan kuota lebih besar.Selain itu, ada ketentuan khusus bahwa di dalam kuota reguler ada prioritas untuk jemaah lanjut usia (usia minimal 65 tahun) dalam alokasi tertentu di setiap provinsi.PPIH Arab Saudi melepas kepulangan jemaah haji kloter terakhir. Foto: Dok. MCH KemenagNamun, dalam praktiknya, tidak sesuai dengan ketentuan. Dahnil menuturkan, masalah ini akan dibenahi Kementerian Haji dan Umrah bersama DPR RI. "Hari ini nanti kami diundang DPR seperti saya sebutkan terkait dengan kuota per provinsi itu akan kami tentukan sesuai undang-undang," kata Dahnil di Kementerian Haji dan Umrah, Jakarta, Selasa (30/9)."Jadi mungkin nanti ada banyak perubahan mungkin ada daerah atau provinsi yang naik jumlah jemaah hajinya tapi ada juga yang turun," tambah dia.Dahnil menuturkan, kekeliruan penghitungan kuota haji per provinsi ini dikuatkan berdasarkan rekomendasi BPK. "Karena ini rekomendasi BPK berulang kali bahwasanya perhitungan kuota haji per provinsi selama ini tidak merujuk undang-undang tidak sesuai undang-undang atau melanggar undang-undang. Nah oleh sebab itu, hari ini, kami di DPR nanti jam 13.00 WIB itu akan bicara terkait dengan perhitungan kuota yang merujuk undang-undang," ucap dia.Jemaah haji Kloter 7 Kabupaten Bandung saat mengambil koper di Debarkasi Kertajati Indramayu. (20/6/2025). Foto: Panji Asmara/kumparanDahnil menekankan, imbas pembagian kuota yang tidak sesuai aturan, berdampak pada antrean lama haji. Bahkan, bisa mencapai 40 tahun."Kami akan menentukan sesuai dengan undang-undang ini selama ini perhitungannya ditabrak sehingga semua daerah itu bisa beda-beda ada daerah yang nunggu 40 tahun ada yang 35 tahun ada yang 20 tahun ada yang 19 tahun," ucap Dahnil."Nanti kalau kita pakai perhitungan sesuai dengan undang-undang misalnya sesuai dengan daftar tunggu maka semua daerah di Indonesia itu daftar tunggunya sekitar 26-27 tahun jadi dengan merujuk undang-undang kita harapkan tidak ada lagi provinsi yang nunggu sampai 40 tahun jadi paling lama harus sekitar 26-27 tahun," tutur dia.