Ekosistem Tambak dan Kinerja SDM: Hubungan yang Sering Terlupakan

Wait 5 sec.

Ilustrasi tambak ikan di Pantura. Foto: ShutterstockDi banyak diskusi tentang tambak udang, kata 'ekosistem' hampir selalu merujuk pada kondisi air, keseimbangan plankton, kualitas pakan, atau manajemen limbah yang memengaruhi kesehatan udang. Perhatian diarahkan penuh pada bagaimana menjaga lingkungan kolam tetap stabil agar panen optimal. Namun ada satu hal penting yang kerap dilupakan: manusia.Para pekerja tambak, yang setiap hari berada dibawah terik matahari, mencium bau limbah, berurusan dengan air payau, dan tinggal di sekitar area produksi, sejatinya juga bagian dari ekosistem itu. Mengabaikan mereka berarti mengabaikan separuh dari fondasi keberlanjutan tambak.Lingkungan Kerja yang BeratRealitas di lapangan sering kali keras. Banyak pekerja mengeluhkan bau limbah yang menusuk, nyamuk dari genangan, atau panas menyengat yang membuat tubuh cepat lelah. Kesehatan kulit dan pernapasan rentan terganggu, apalagi ketika limbah tambak dikelola seadanya.Pekerjaan di tambak intensif memang menuntut stamina tinggi. Pengukuran kualitas air, pemberian pakan berkali-kali sehari, hingga pengawasan aerator sering dilakukan di bawah kondisi lingkungan yang tidak ideal. Bila ekosistem tambak hanya dilihat dari perspektif udang, sementara kenyamanan pekerja terabaikan, maka produktivitas jangka panjang justru bisa terancam.Fokus yang Sering Salah ArahSebagian besar manajemen tambak masih menilai kinerja hanya dari tonase panen. Selama udang tumbuh dan dipanen dalam jumlah besar, indikator dianggap berhasil. Pekerja yang mengalami iritasi kulit, sakit kepala karena bau limbah, atau kelelahan akibat kurangnya ruang teduh jarang masuk dalam hitungan.Padahal, penelitian menunjukkan kaitan erat antara kondisi lingkungan kerja dengan kinerja manusia. Studi dalam Journal of Environmental Psychology (2022) menegaskan, lingkungan kerja fisik yang buruk berdampak langsung pada motivasi, kesehatan mental, dan produktivitas pekerja. Dalam konteks tambak, artinya ekosistem bukan hanya soal air bersih bagi udang, tetapi juga soal udara segar, vegetasi peneduh, dan sanitasi bagi manusia.Dok. PribadiPerspektif Keberlanjutan yang Lebih LuasOrganisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dalam laporannya tahun 2021 menekankan bahwa keberlanjutan akuakultur harus dilihat dari tiga dimensi: lingkungan, ekonomi, dan sosial. Dimensi sosial inilah yang kerap diabaikan. Pekerja tambak bukan sekadar tenaga kasar, melainkan aktor penting dalam sistem produksi yang berkelanjutan.Konsep Green HRM (Human Resource Management) menawarkan pendekatan menarik: praktik pengelolaan sumber daya manusia yang ramah lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan pekerja. Misalnya, pengelolaan limbah tambak tidak hanya bertujuan menekan polusi air, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Penanaman mangrove di sekitar tambak bukan sekadar upaya rehabilitasi ekosistem, melainkan juga penyedia ruang teduh dan perlindungan bagi pekerja.Dampak Langsung pada SDMKetika ekosistem tambak dikelola buruk, dampaknya cepat terasa pada pekerja:• Kualitas air buruk meningkatkan risiko penyakit kulit dan infeksi.• Pengelolaan limbah asal-asalan menimbulkan bau tak sedap dan memperbesar stres psikologis.• Minimnya vegetasi atau ruang teduh membuat pekerja cepat lelah dan rentan dehidrasi.• Lingkungan kerja tidak nyaman berujung pada turnover tinggi, pekerja muda lebih memilih pindah kerja daripada bertahan di tempat yang melelahkan.Sebaliknya, tambak dengan lingkungan kerja yang sehat biasanya lebih mudah mempertahankan pekerja. Mereka merasa dihargai bukan hanya sebagai 'alat produksi', tetapi sebagai bagian dari ekosistem yang dijaga bersama.Kendala yang MenghambatMengapa masih banyak perusahaan tambak mengabaikan aspek ini? Jawabannya sederhana: investasi lingkungan kerja dianggap beban biaya tambahan. Pemasangan peneduh, penyediaan alat pelindung diri, atau perbaikan sistem limbah sering dilihat hanya sebagai pengeluaran, bukan investasi jangka panjang.Di sisi lain, regulasi terkait kenyamanan dan kesehatan kerja di tambak masih minim. Perhatian pemerintah lebih banyak diarahkan pada biosekuriti, ekspor, dan produksi. Faktor manusia belum sepenuhnya masuk dalam standar keberlanjutan yang wajib dipenuhi.Jalan Keluar: Integrasi SDM dalam Ekosistem TambakSudah saatnya perusahaan tambak mengubah cara pandang. Beberapa langkah yang bisa ditempuh:1. Integrasi Green HRM. Program pengelolaan limbah harus dirancang tidak hanya untuk menjaga kualitas air, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.2. Fasilitas dasar bagi pekerja. Ruang teduh, air bersih, toilet layak, dan alat pelindung diri harus dianggap kebutuhan pokok, bukan pelengkap.3. Rehabilitasi vegetasi sekitar tambak. Penanaman pohon atau mangrove memberi manfaat ganda: ekosistem lebih stabil, pekerja lebih nyaman.4. Partisipasi pekerja. Libatkan karyawan dalam menjaga ekosistem tambak, baik dalam monitoring kualitas lingkungan maupun inisiatif penghijauan.5. Standar keberlanjutan inklusif. Pemerintah dan asosiasi perlu memperluas standar ESG (Environmental, Social, Governance) di tambak dengan menambahkan indikator kenyamanan dan kesehatan pekerja.Implikasi Jangka PanjangMengelola ekosistem tambak dengan memperhatikan manusia memberi dampak berlipat:• Produktivitas meningkat karena pekerja lebih sehat dan termotivasi.• Loyalitas naik; turnover menurun.• Daya tarik bagi generasi muda meningkat, mereka melihat tambak bukan sekadar pekerjaan kasar, tetapi bagian dari green jobs masa depan.• Keberlanjutan industri lebih kokoh karena menjaga manusia berarti menjaga kualitas produksi.Menjaga Udang, Menjaga ManusiaEkosistem tambak bukan hanya kolam, plankton, atau kincir air. Ia juga mencakup manusia yang setiap hari bekerja di dalamnya. Perusahaan sering lupa bahwa pekerja tambak adalah bagian tak terpisahkan dari ekosistem yang mereka rawat.Jika kita hanya menjaga udang tetapi mengabaikan manusia, maka ekosistem itu pincang. Udang mungkin bisa tumbuh, tetapi semangat pekerja layu. Sebaliknya, ketika lingkungan tambak sehat untuk udang dan manusia, keberlanjutan sejati bisa tercapai.Menjaga ekosistem berarti menjaga keduanya, udang dan manusia. Karena tanpa manusia yang sehat, tabah, dan termotivasi, tambak udang hanya akan menjadi kolam yang rapuh, tak mampu menopang harapan besar di baliknya.