Pangeran Arab Saudi: Keamanan Teluk Terancam Negara Paria yang Tidak Menghormati Hukum

Wait 5 sec.

Pangeran Turki Al Faisal bin Abdulaziz Al Saud. (Wikimedia Commons/Marc Muller)JAKARTA - Pangeran Turki Al-Faisal, putra mendiang Raja Arab Saudi Faisal bin Abdulaziz Al Saud sekaligus cucu pendiri negara itu Raja Abdulaziz bin Abdul Rahman Al Saud, memperingatkan pada Hari Minggu, keamanan negara-negara Teluk terancam oleh "negara paria", menyusul serangan Israel baru-baru ini terhadap Qatar.Pangeran Turki menggambarkan agresi Israel pada 9 September, ketika menargetkan para pemimpin Hamas di Doha saat mereka membahas perjanjian gencatan senjata yang akan mengakhiri perang Israel di Gaza, sebagai "pengkhianatan."Ia pun menyerukan negara-negara Teluk untuk mempertimbangkan kembali pendekatan mereka terhadap keamanan sebagai akibatnya."Kawasan Teluk saat ini menjadi saksi serangan agresif dan berbahaya oleh Israel terhadap kedaulatan Qatar. Serangan ini merupakan pengingat bagi semua negara di Teluk bahwa keamanan bersama mereka terancam oleh negara paria yang tidak menghormati hukum atau aturan apa pun yang mengatur hubungan internasional," katanya dalam acara di Cultural Palace di Kawasan Diplomatik Riyadh Hari Minggu, melansir Arab News 29 September."Serangan ini membuka mata kita untuk mempertanyakan kredibilitas dan keandalan aliansi ketika ancaman datang dari Israel. Hal ini mendorong negara-negara kita untuk memikirkan kembali hakikat ancaman dan membangun kembali kebijakan strategis mereka untuk menjaga keamanan mereka dengan segala cara dalam menghadapi ancaman tersebut. Israel tidak boleh dibiarkan bebas," tambah mantan Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat dan Inggris ini.Lebih jauh Pangeran Turki juga membahas proses perdamaian Israel-Palestina dan peran komunitas internasional, khususnya Amerika Serikat."Saya yakin tidak ada kawasan di dunia kita yang merasakan dampak ketidakpastian internasional lebih besar daripada kawasan Timur Tengah Raya," jelas mantan Kepala Al Mukhabarat Al A'amah - badan intelijen Arab Saudi - ini.Dikatakan, siapa yang harus disalahkan atas situasi yang berkelanjutan ini masih menjadi pertanyaan terbuka. Namun, meskipun negara-negara dan para pemimpin kawasan memikul tanggung jawab, AS memikul bagian terbesar dari tanggung jawab ini."Kita melihat AS menurun dari peran perantara yang jujur ​​menjadi sekutu setia Israel. Standar ganda yang terang-terangan dipraktikkan AS dalam menangani pendudukan Israel atas Palestina dan perang genosida baru-baru ini di Gaza dan Tepi Barat disaksikan dengan jelas tidak hanya oleh bangsa Arab tetapi juga oleh semua orang di seluruh dunia," urainya."Agar Presiden (Donald) Trump dapat menjadi juru damai, sebagaimana yang diinginkannya, ia harus memperbaiki kesalahan masa lalu yang dilakukan AS demi perdamaian dan keamanan sahabat dan sekutunya," tandas Pangeran Turki.Dalam kesempatan yang sama ia mengatakan menyambut baik progres terwujudnya Solusi Dua Negara, seiring dorongan diplomatik Arab Saudi dan Prancis yang menghasilkan pengakuan Negara Palestina oleh sejumlah negara, antara lain Inggris, Prancis, Australia, Belgia hingga Portugal, dalam gelaran Sidang Majelis Umum PBB yang berakhir pekan lalu, menepis tuduhan Israel dan pendukungnya jka pengakuan itu merupakan hadiah bagi Hamas."Di antara banyak kiasan yang dihadapi Kerajaan, Prancis, dan semua negara yang mengakui Palestina sebagai negara, adalah bahwa ini merupakan hadiah bagi Hamas. Sungguh pernyataan yang penuh tipu daya dan keji yang mengingkari hak asasi rakyat Palestina atas negara mereka sendiri," ujarnya."Pendudukan kolonial Israel selama 80 tahun di Palestina dan pengingkaran hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendirilah yang memberi keuntungan bagi Hamas dan kelompok-kelompok serupa lainnya. Tanpa pendudukan, tidak akan ada perlawanan terhadapnya," tegasnya.