Ilustrasi pembangkita listrik tua (foto: x @saeverley)JAKARTA – Seiring meningkatnya permintaan energi akibat ledakan kecerdasan buatan (AI), sejumlah pembangkit listrik tua berbahan bakar batu bara dan gas di Eropa akan mendapatkan masa depan baru yang lebih modern.Perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft dan Amazon mulai mengincar lokasi-lokasi ini untuk dijadikan pusat data (data center), karena memiliki akses langsung ke jaringan listrik dan fasilitas pendingin air yang sudah tersedia.Perusahaan utilitas besar seperti Engie dari Prancis, RWE dari Jerman, dan Enel dari Italia melihat peluang ini sebagai cara untuk mengurangi biaya besar penutupan pembangkit tua, sekaligus menciptakan aliran pendapatan baru dengan menjalin kontrak pasokan listrik jangka panjang bersama operator pusat data.Menurut Bobby Hollis, Wakil Presiden Energi di Microsoft, lokasi pembangkit lama ini memiliki semua infrastruktur penting, termasuk sistem air dan fasilitas pemulihan panas. Lindsay McQuade, Direktur Energi EMEA di Amazon, mengatakan proses perizinan di lokasi lama juga dapat berjalan lebih cepat karena banyak infrastruktur yang sudah ada.Bagi perusahaan utilitas, skema ini bukan hanya soal menyewakan lahan kosong. Menurut Simon Stanton dari RWE, ini adalah peluang menjalin hubungan bisnis jangka panjang yang mengurangi risiko dan membantu membiayai investasi infrastruktur di masa depan.153 Pembangkit Akan Ditutup Sebelum 2038Sebagian besar dari 153 pembangkit listrik batu bara dan lignit yang tersisa di Uni Eropa dan Inggris dijadwalkan tutup sebelum tahun 2038 sebagai bagian dari target iklim, mengikuti 190 pembangkit yang telah ditutup sejak 2005, menurut data NGO Beyond Fossil Fuels.Pusat data bisa menjadi sumber pendapatan menarik bagi perusahaan utilitas, karena mereka bisa menegosiasikan kontrak pasokan listrik jangka panjang yang mendukung pembangunan energi terbarukan di masa depan.Perusahaan teknologi disebut-sebut bersedia membayar premi hingga 20 euro per megawatt-jam untuk listrik rendah karbon, menurut Gregory LeBourg dari operator pusat data OVH asal Prancis. Dengan permintaan listrik pusat data yang bisa mencapai ratusan megawatt hingga lebih dari satu gigawatt, nilai kontrak jangka panjang ini bisa mencapai ratusan juta bahkan miliaran euro.Beberapa perusahaan seperti Engie bahkan berencana membangun “taman energi” yang menghubungkan pusat data dengan fasilitas energi terbarukan baru. Engie sendiri ingin menggandakan kapasitas energi terbarukan dan baterainya sebelum 2030.Mereka telah mengidentifikasi 40 lokasi secara global yang cocok untuk pusat data, termasuk bekas pembangkit batu bara dan gas, seperti bekas pembangkit Hazelwood di Australia yang ditutup pada 2017.Selain Engie, perusahaan seperti EDP dari Portugal, EDF dari Prancis, dan Enel dari Italia juga tengah memasarkan lokasi pembangkit tua mereka untuk dijadikan pusat data.Kecepatan Akses ListrikKeunggulan utama bagi perusahaan teknologi adalah kecepatan. Di Eropa, waktu tunggu untuk koneksi jaringan listrik bisa mencapai lebih dari satu dekade. Sebaliknya, pembangkit lama menawarkan akses yang lebih cepat ke jaringan listrik dan sistem pendingin air.Data dari Synergy Research Group menunjukkan kapasitas pusat data di Eropa jauh tertinggal dibandingkan Amerika Serikat dan Asia, sebagian besar karena lambatnya perizinan dan koneksi ke jaringan listrik.Menurut Tom Glover dari perusahaan properti JLL, mereka sedang menangani beberapa proyek konversi, termasuk pusat data berkapasitas 2,5 GW di bekas pembangkit batu bara di Jerman serta empat lokasi lain di Inggris untuk klien teknologi besar.Contoh lainnya, perusahaan Drax dari Inggris sedang mencari mitra untuk mengembangkan bagian dari situs bekas pembangkit batu bara di Yorkshire, yang kini sebagian diubah menjadi pembangkit biomassa. Lokasi itu masih memiliki peralatan pendingin air yang tidak digunakan.EDF juga telah memilih pengembang untuk dua lokasi di pembangkit gas di Prancis bagian tengah dan timur.Sam Huntington dari S&P Global Commodity Insights menyimpulkan bahwa perusahaan teknologi bersedia membayar lebih untuk proyek yang bisa berjalan lebih cepat karena persaingan di industri ini sangat ketat.“Frasa yang terus kita dengar adalah speed to power – kecepatan mendapatkan daya listrik,” ujarnya.